PWINews - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pamekasan mengacu kepada ketentuan Dewan Pers terkait media yang menjadi partner publikasi dan wartawan yang perlu ditemui institusi penyelenggara pemilu dalam menyampaikan rilis atau siara pers yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu.
Hal ini dilakukan karena akhir-akhir ini marak bermunculan media-media baru yang belum jelas statusnya, baik dari sisi hukum perusahaan media, maupun dari sisi kompetensi wartawan itu sendiri, bahkan beberapa diantaranya tidak mencantumkan alamat kantor, sebagaimana menjadi prasyarat utara media daring sebagaimana pedoman Dewan Pers. Belum lagi, kompetensi wartawan yang diterjunkan masih belum legitimate.
Seperti dilansir di situs resmi institusi itu, disebutkan, bahwa berdasarkan data organisasi profesi wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan menyebutkan, dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2018 ini, setidaknya sudah ada lima media baru jenis daring yang ada di Pamekasan.
Sebagian diantara kelima media tersebut, menerjunkan wartawan layaknya media-media yang arus utama lainnya. Mereka melakukan liputan, dan memproduksi berita di medianya, serta menampilkan iklan, layaknya media publik pada umumnya.
Oleh karenanya, jika ada wartawan yang datang ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pamekasan , maka institusi ini akan mengecek terlebih dahulu pada laman Dewan Pers (Klik: dewanpers.or.id/data/perusahaanpers). Ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media tersebut sudah terdata atau tidak.
Bagi media yang belum terdata di Dewan Pers, maka KPU selanjutnya melakukan koordinasi dengan organisasi profesi yang telah diakui oleh Dewan Pers, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ataupun Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Sebab tiga organisasi tersebut merupakan organisasi resmi yang diakui oleh negara melalui Dewan Pers. (Klik: dewanpers.or.id/data/organisasi). Ini dimaksudkan untuk memastikan apakah media dan wartawan yang mengaku dari media yang belum terdata di laman Dewan Pers itu resmi atau tidak, karena prosedur pengajuan menjadi anggota profesi wartawan resmi yang diakui oleh Dewan Pers (PWI, AJI dan IJTI) harus berbadan hukum yang ditunjukkan dengan bukti salinan badan hukum media dimaksud.
Apalagi, belum lama ini situs Dewan Pers merilis tentang banyaknya media abal-abal yang muncul menjelang pelaksaan pilkada, seperti yang ditemukan pada Pilkada di Jawa Barat. (klik: Dewan Pers Temukan Media Abal-abal Selama Pilkada di Jawa Barat)
Untuk menjaga akurasi dan pemberitaan yang bertanggung jawab, KPU juga mengutakan pada wartawan yang telah lulus uji kompetensi wartawan (UKW) atau uji kompetensi jurnalis (UKJ). Tapi khusus syarat ini, bukan merupakan syarat mutlak, karena berdasarkan data di sejulah institusi pemerintah di Pamekasan, dari sekitar 80-an lebih wartawan/jurnalis terdaftar, hanya sekitar 24 orang yang mengikuti dan lulus uji kompetensi wartawan/jurnalis yang digelar oleh Dewan Pers.
Sebagian wartawan yang telah lulus uji kompetensi wartawan/jurnalis, bisa dilihat di situs dewan pers ini. (klik: dewanpers.or.id/data/sertifikasi_wartawan), baik uji kompetensi yang dilakukan organisasi profesi wartawan, perusahaan media, ataupun uji kompetensi yang digelar oleh perguruan tinggi umum yang memiliki jurusan komunikasi (Klik: Data Dewan Pers tentang Lembaga Penguji UKW/UKJ).
Dalam hal media siber, KPU mengacu kepada ketentuan pedomen media siber yang telah dibuat oleh Dewan Pers (Klik: Pedomen Media Siber), selain ketentuan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. (KPU Pamekasan)
0 Response to "Ketentuan Dewan Pers Jadi Acuan KPU Terkait Wartawan dan Media"
Post a Comment