Ketua PWI: Titik Tekan Independensi Pers pada Keseimbangan

PWINews - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan Abd Aziz menyatakan, titik tekan independensi pers adalah pada keseimbangan informasi yang disajikan wartawan untuk kalayak, terutama mengenai informasi konflik dari dua pihak yang berbeda pendapat.

"Sebab, pers yang disebut independen itu, bukan yang tidak memihak, akan tetapi pers yang bisa memberikan ruang yang sama pada kepentingan yang berbeda," kata Aziz saat menyampaikan sambungan dalam acara Konferensi II PWI Pamekasan di aula Rato Ebu Pemkab Pamekasan, Kamis (30/8/2018).

Perwarta Perum LKBN Antara ini mendasari pendapatkan dari hasil penelitian Pamela J Shoemaker dan Stephen D Reese tentang hal-hal yang mempengaruhi pemberitaan melalui isi media massa.

Penelitian Shoemaker dan Stephen D Reese sebagaimana ditulis dalam buku "Mediating The Message" itu disebutkan, ada lima hal yang mempengaruhi konten media massa. Masing-masing faktor individu, rutinitas media, faktor organisasi, idiologi dan ektra media.

Menurut Aziz, faktor individu jurnalis akan sangat menentukan bagaimana teks berita tersebut tersaji kepada publik. Faktor sumber daya manusia (SDM) akan sangat menentukan kualitas berita yang akan disajikan dan menjadi konsumsi kalayak. Kualitas individu yang "pas-pasan" menurut dia, pasti hanya akan menghasilkan berita "pas-pasan" pula, dangkal data, dan cenderung kurang memperhatikan daya "interest" dalam penyajian informasi.

Pada Rutinitas Media, berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran sendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada sebuah peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya.

Semenata, pada level Organisasi, menurut dia, berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, misalnya, selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing, sekaligus strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Bagian redaksi misalnya menginginkan agar berita tertentu yang disajikan, tetapi bagian sirkulasi menginginkan agar berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam berita.

Pada level Ekstra media menurut Aziz, berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media.

Masih mengutip pendapatnya Pamela Shoemaker, Aziz menjelaskan, ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media: 1). Sumber berita. Sumber berita di sini dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya, ia juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan berbagai alasan: memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan seterusnya. Sebagai pihak yang mempunyai kepentingan, sumber berita tentu memberlakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang sekiranya baik bagi dirinya, dan mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Kepentingan sumber berita ini sering kali tidak disadari oleh media. 2). Sumber penghasilan media, berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan/pembeli media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Misalnya media tertentu tidak memberitakan kasus tertentu yang berhubungan dengan pengiklan.

Pihak pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingannya dipenuhi, itu dilakukan di antaranya dengan cara memaksa media mengembargo berita yang buruk bagi mereka. Pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai pemberitaan media. Tema tertentu yang menarik dan terbukti mendongkrak penjualan, akan terus-menerus diliput oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak.

Selanjutnya, 3), Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media. Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam menentukan berita apa yang disajikan. Keadaan ini tentu saja berbeda di negara yang demokratis dan menganut liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar terletak pada lingkungan pasar dan bisnis.

Sedangkan pada level ideologi, dapat diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas.

Jika melihat faktor hirarki yang mempengaruhi konten media sebagaimana hasil penelitian Pamela J Shomeker dan Stephen D Reese diatas, sambung mahasiswa magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, maka sejatinya, kehadiran media adalah memuat kepentingan media itu sendiri didasarkan pada hal-hal yang mempengaruhi konten media tersebut.

"Jika melihat dari konteks ini, tentu tidak ada media yang independen, kelima faktor yang mempengaruhi tersebut. Dengan demikian, aplikasi independensi media yang harus kita lakukan pada sisi formalnya, yakni memberikan ruang yang sama pada kepentingan yang berbeda," katanya, menambahkan.

Dihadapan peserta konferensi, Abd Aziz menjelaskan, organisasi profesi seperti PWI itu merupakan ruang efektif bagi kalangan jurnalis untuk saling mengasah dalam mewujudkan tujuan pers nasional, yakni menyampaikan informasi dengan cara yang benar dan menjadi kontrol yang efektif dalam mengawal tata kelola pemerintahan yang efektif dan taat aturan. (Humas PWI Pamekasan)

0 Response to "Ketua PWI: Titik Tekan Independensi Pers pada Keseimbangan"

Post a Comment

Label Mobile