Tubaba, salah satu kabupaten di Provinsi Lampung, menyimpan potensi wisata budaya dan kuliner yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia. Ngapain saja andai 24 jam di sana?Tubaba kependekan dari Tulang Bawang Barat merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Tulang Bawang pada 2008. Jaraknya sekitar 127 km dari Bandar Lampung atau 1 jam dan 50 menit berkendara dengan mobil. Kendati merupakan daerah baru, mereka memiliki sejumlah hotel. Salah satunya, tempat kami menginap. Hotel ini dirancang oleh arsitek terkenal ibu kota, namun tetap mengangkat budaya lokal dengan konsep rumah panggung kayu khas penduduk Tubaba.
Hotel ini makin keren dengan taman bebatuan dan pepohonan besar yang mengelilinginya. Penginapan kami menyediakan sepeda untuk tamu sehingga acara berkeliling kawasan hotel bisa lebih asyik. Saat bersepeda itu saya menyadari hotel ini dekat degan hutan karet.Masjid 99 Cahaya & Sesat AgungSelain itu, tidak jauh dari penginapan terdapat ikon Tubaba Masjid 99 Cahaya yang berdampingan dengan Sesat Agung atau Balai Adat. Dua bangunan itu bernilai religi sekaligus menjadi simbol kekayaan budaya.Masjid itu cukup unik buat saya karena tak memiliki kubah dan tak memiliki menara. Selain itu, masjid ini tidak memasang kaligrafi Allah di pucuknya.
Kabarnya, menurut sang arsitek, masjid itu dirancang vertikal dan Sesat Agung horisontal, melambangkan prinsip hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama,yang merupakan prinsip Islam. Saat sampai lantai dua Balai Sesat Agung ada yang tidak kalah unik yakni langit-langitnya dihiasi aksara Lampung yang khas, sungguh peradaban tinggi jika suatu daerah memiliki aksara sendiri.Stonehenge di Las SengokPuas menjelajah komplek mesjid, kami diajak ke tempat unik terdapat bebatuan yang konstruksinya mirip komplek Stonehenge di Inggris sana. Stonehenge itu ada di Las Sengok di Tiyuh Karta (tiyuh = desa), ruang terbuka di bantaran Way (sungai) Kiri yang dihiasi dengan ornamen batu-batu besar dengan formasi batu berbentuk bintang Orion.
Batu-batu besar itu disusun sebagai ajakan kepada masyarakat untuk memiliki visi menjaga keselarasan dengan lingkungan.Kopi Gula ArenSelain kekayaan budaya lokal, keramahan penduduk Tubaba patut diajungi jempol, Beberapa kali kami berkunjung ke rumah warga di sambut dengan kehangatan khas lokal dan kemudian diantar ke salah satu pemilik dapur Anau yang berada di Tiyuh Gunung Katun Tanjungan. Kami bisa menikmati kopi dicampur air aren atau enau serta diberi ilmu bagaimana membuat kopi dengan air buah aren. Nikmat, kayak ada manis-manisnya.
Bubu Yang bikin kami masih penasaran dengan Bubu yang banyak kami jumpai di sepanjang aliran sungai atau banyak di jumpai dirumah penduduk. Bubu ini berukuran besar rata-rata lebih dari 3 meter dan beraneka bentuk, sesuai fungsinya dipakai untuk menangkap ikan air tawar yang banyak terdapat di muara sungai.Menurut masyarakat di Tubaba salah satu ikan air tawar yang terkenal adalah ikan Baung
. Tidak perlu berlama-lama kami diajak salah satu penduduk setempat, Shalim, makan di tempat yang menyajikan ikan baung paling enak di Tubaba, mulai dari sop ikan Baung atau di bakar sama enaknya...TuBaba, salah satu kabupaten di Provinsi Lampung menyimpan potensi wisata budaya dan kuliner yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia.
By : Wayan Pai
d'Traveler
Baca artikel detikTravel, "24 Jam di Tubaba, Lampung, Ngapain Saja?" selengkapnya https://travel.detik.com/cerita-perjalanan/d-5389187/24-jam-di-tubaba-lampung-ngapain-saja.
0 Response to " 24 Jam di Tubaba, Lampung, Ngapain Saja?"
Post a Comment