OPINi - Perlu dipertanyakan mereka yang mengagendakan konsep proyek pembangunan pembangunan, dengan nama pemeliharaan patung tugu dan penjaga kehidupan dengan simbol penari wanita, yang berlokasi dikawasan budaya Uluan Nughik.
Baik dalam tahap ide perencanaan - anggaran 1,2 milyar dan pelaksanaan oleh Dinas PUPR Tubaba, sesungguhnya seperti proyek yang dipaksakan tanpa melibatkan unsur budaya masyarakat. Sedikit meminjam istilah kata kalimat dari seorang Rocky Gerung, itu adalah proyek "dungu". tanpa berpijak pada realitas kebudayaan lokal setempat.
Hampir kita lihat bahwa konsep pembangunan di Tubaba, dalam memahami konsep peradaban pembangunan, hanya bergerak dan berputarn-putar pada konsep sudut patung dan batu.
Tidak lebih dari itu dalam membangun citra kebudayaan. Ironisnya tidak berpijak dalam akar kebudayaan lokal sebagai pengembangan pembangunan kebudayaan. Atas nama destinasi pariwisata kebudayaan namun manfaat nilai - nilai kebudayaan lokal terpinggirkan. Tidak menjadi parameter utama pembangunan kebudayaan.
Misalkan apa yang dikemukakan oleh kepala Dinas PUPR Iwan Mursalin bahwa proyek pembangunan tersebut yang menghabiskan dana 1,2 milyar melalui APBD murni tidak perlu adanya musyawarah dari masyarakat atas pembangunan tugu yang berkonsep simbolik wanita penari pemelihara dan penjaga kehidupan.
Inilah salah contoh penjabat publik yang kehilangan rasa empati kebudayaan. Cara bekerjanya cukup dengan ilmu dagang untung dan rugi. Penjabat publik yang tidak paham lahirnya sejarah berdirinya Tubaba.
Seharus seorang penjabat publik itu, menyadari dan memahami bahwa, semua proyek apapun bentuknya adalah uang rakyat, serta publik masyarakat luas berhak mengetahui tentang isi semua proyek tersebut.
Bisa jadi proyek ini merupakan hasil " pesanan " yang diselipkan di APBD 2022, tanpa diketahui oleh PJ Bupati sebagai pemilik kebijakan. Jika benar ini proyek " pesanan " sesungguhnya Dinas PUPR Tubaba sedang merendahkan kewibawaan PJ Bupati itu sendiri. Sepertinya ini proyek bukan atas kesadaran kehendak dari seorang PJ Bupati.
Setidaknya proyek tugu patung bersimbol wanita penari, yang telah menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat dihentikan sejenak pembangunannya. Ada enam alasan mengapa harus dihentikan proyek tersebut.
Pertama konsep pembuatan patung tersebut tidak memiliki makna keterwakilan simbolik pada nilai - nilai kearipan kebudayaan lokal. Jauh dari konsep membangunan kebudayaan lokal. Penulis setuju dengan pendapat dari tokoh kebudayaan Tubaba Khori Rujungan bahwa proyek tersebut harus dibatalkan.
Ke Dua proyek tersebut telah mengabaikan peran dan keberadaan Federasi Empat Adat Megou Pak. Setidaknya sebelum proyek ini dibuat melibatkan peran Federasi empat adat megou pak karna menyangkut masalah kebudayaan.
Ke Tiga bisa jadi proyek tersebut yang menelan dana 1,2 milyar tidak melibatka fungsi DRPD Tubaba. Ke Empat bisa jadi proyek tersebut tidak diketahui oleh PJ Bupati sebagai pimpinan tertinggi di Tubaba.
Ke Lima bahwa proyek tersebut berdiri diatas tanah milik Pemda Tubaba. Dan ke Enam setidaknya harus ada investigasi dari penegak hukum atas proyek tersebut yang menelan 1,2 milyar. Apakah layaknproyek tersebut menelan biaya yang fantastik 1,2 milyar sebatas sebuah patung.
Sumber : Ahmad Basri/Abbas Karta Ketua Kajian Kritis Kebijakan Publik Pembangunan/K3PP Tubaba
0 Response to "Mereduksi Kewibawaan PJ Bupati"
Post a Comment