TUBABA -Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) Provinsi Lampung atau dikenal dengan sebutan Tubaba, adalah Daerah Otonomi Baru (DOB) yang terbentuk berdasarkan undang-undang nomor 50 Tahun 2008.
Tentu tidak sesingkat dan semudah yang dibayangkan, mungkin masyarakat berpikir tiba-tiba negara menerbitkan undang-undang tersebut sebagai landasan yuridis atas keberadaan Kabupaten Tubaba.
Proses panjang tentunya dilewati, diperjuangkan bersama, dengan penuh keyakinan dan peranan masing-masing pelaku sejarah, mulai dari ketokohan masyarakat di desa, tokoh antar desa, antar kecamatan, kabupaten, provinsi sampai tokoh pejuang ditingkat pusat.
Lalu siapa tokoh-tokoh itu, dan berperan sebagai apa saja dalam sejarah lahirnya Tubaba yang kini beranjak dewasa menuju 14 tahun?
Penulis beranggapan terdapat 1000 tokoh dan 1000 peran yang telah menciptakan Tubaba. Di sisi lain penulis mengibaratkan Tubaba seperti seorang anak manusia, yang kini beranjak dewasa kelas 3 SMP dan akan menempuh jenjang kelas 1 SMA.
Perubahan psikologis dan emosional pada usia antara 13 dan 14 tahun tersebut, biasanya akan menjadi perhatian orang tua, dimana fase pubertas akan dilalui dan memperlihatkan perubahan fisik dan mental untuk menuju dewasa.
Penulis menganggap Tubaba di akhir tahun 2022, berada pada fase tersebut, melalui masa puber, yang melihatkan perubahan fisik dan mental dan menjadi perhatian masyarakat luas atas penampilan yang mengagumkan dan karakteristiknya yang luar bisa membanggakan.
Pemerintah dalam situasi ini ibarat orang tua yang sedang menghadapi fase tersebut, bagaimana melakukan sesuatu yang dapat meneguhkan sikap karakteristik yang dapat dikembangkan untuk masa depan Tubaba.
Nama Tubaba populer justru karena berbagai perubahan fisik, karakteristik dan kebudayaan yang saat ini terus dibangun. Tubaba dikenal karena ada komplek dunia akhirat, dikenal karena ada tugu naga, relife empat marga, pasar modern, kawasan kota Uluan Nughik, kawasan unik menarik dan icon-icon wisatalainnya yang sengaja diciptakan agar Tubaba maju dan berkembang.
Momentum akhir tahun 2022, rasanya penulis ingin sekali, melibatkan semua tokoh-tokoh lahirnya Tubaba, sebab tidak disadari atau bahkan terlewatkan, bahwa Tubaba ada karena peran masyarakat, penggagas, pejuang, perintis, pendukung, pelaksana dan penata pemerintahan, perancang, pengamat, penulis, dan para pelaku sejarah lainnya yang memiliki peran masing-masing terhadap keotonomian Tubaba.
Refleksi Otonomi Daerah (Otda), atau Refleksi Pembangunan daerah, atau bahkan dengan sebutan lainnya terkhusus merefleksi Tubaba, menurut penulis sangat penting untuk dilakukan, mereview setiap proses kemajuan dan perkembangan daerah yang telah dan akan dilalui Tubaba.
Refleksi yang penulis maksud bukan sekedar ceremonial, melainkan untuk membuka wawasan dan informasi yang seluasnya untuk mewujudkan Tubaba dimasa-masa mendatang.
Karakteristik yang pernah ditonjolkan untuk membangun Tubaba, harus dilakukan berkesinambungan, agar Tubaba tidak mengalami kemunduran. Meski banyak tantangan yang dihadapi pelaku pemerintahan, setidaknya merupakan bentuk pendewasaan Tubaba.
Dari sisi perkembangan pers misalnya, dapat diperhatikan dari masa ke masa di Tubaba, dari puluhan wartawan dan media, kini berkembang sangat pesat pertumbuhannya mencapai ratusan di Tubaba, yang menggambarkan bahwa Tubaba penuh kemajuan.
Tetapi tentunya pertumbuhan tersebut harus diimbangi dengan kepatuhan terhadap konstitusi, SDM yang baik dan profesional dan juga harus menjadi perhatian semua stakeholder di Tubaba.
Kilas balik penulis sedikit mengingatkan roda pemerintahan daerah dari masa ke masa, yang sebelumnya berslogan "Ragem Pai Mangi Wawai" dan direvisi menjadi Ragem Sai Mangi Wawai, dimulai sejak April 2009, dengan Penjabat Bupati pertama bernama Saifull Sesunan sampai tahun 2010, kemudian dilanjutkan Penjabat Bupati bernama Bachtiar Basri sampai 2011 sampai dimulainya pembangunan gedung pemerintahan daerah di Panaragan.
Dinamika politik daerah otonomi baru saat itu mulai berproses dan alhasil terpilihlah, Bachtiar Basri dan Umar Ahmad sebagia pasangan Bupati dan Wakil Bupati Tubaba definitif untuk pertama kalinya di Tubaba untuk periode 2011-2016.
Takdir baik kembali mencatat perjalanan hidup keduanya. Bachtiar Basri terpilih sebagai wakil Gubernur Lampung berpasangan dengan M.Ridho Ficardo sebagai Gubernur Lampung periode 2014-2019, dan Umar Ahmad menjadi Bupati menggeser Bachtiar Basri.
Ditengah situasi perubahan kepemimpinan dan besarnya pengaruh tulisan yang terdapat didalam logo pemerintah daerah tersebut, yaitu tulisan "Ragem sai mangi wawai" yang mengandung filosofi "Kebersamaan untuk keberhasilan", akhirnya memufakatkan Fauzi Hasan sebagai Wakil Bupati menggantikan posisi Umar Ahmad sejak Mei 2014.
Pasangan kepala daerah yang menduduki posisi Bupati dan Wakil Bupati Tubaba, Umar Ahmad dan Fauzi Hasan, seolah telah direncanakan, meskipun tidak pernah tahu nasib baik akan berpihak kepada keduanya, tetapi negara dan takdir tuhan, meneguhkan langkah keduanya melanjutkan sisa periode sejak 2014 sampai 2016.
Sejak keduanya definitif, geliat pembangunan dimulai oleh Umar-Fauzi, seakan menabuh genderang. Pembangunan infrastruktur daerah, akses jalan, icon wisata, sumber daya manusia, pertanian, perkebunan, peternakan, pasar dan sektor lainnya, bersamaan digerakkan, seakan-akan Tubaba memiliki triliunan APBD dan kekayaan daerah.
Nama Tubaba menjadi pusat perhatian masyarakat lokal, nasional dan internasional, meskipun banyak persepsi tentang gerakan pembangunan di Tubaba, pro dan kontra, dimaknai positif dan negatif, bahkan dikaji dengan pemikiran yang luas dan sempit, tetapi nama Tubaba tidak pernah pudar apalagi mundur dari kekaguman masyarakat luas yang cerdas.
Ditengah geliat pembangunan ala Umar-Fauzi sejak Mei 2014 sampai menjelang akhir 2016, seakan waktu berputar cepat, tetapi sejarah kembali mencatat, pasangan tersebut kembali ditakdirkan untuk melanjutkan pembangunan periode 2017-2022.
Berbagai mahakarya pemerintahan Tubaba saat itu, menampilkan wujud pembangunan sehingga menjadikan Tubaba dikagumi secara luas. Tokoh-tokoh nasional dan berbagai kalangan dilavel nasional mau ber Tubaba.
Dapat diperhatikan ketika akhir pekan atau saat hari libur, Bus-bus pariwisata masuk dan ber Tubaba, seakan menjadi magnet masyarakat untuk melihat tampilan Tubaba dengan dekat. Tetapi sayangnya semua kawasan yang di tuju belum terintegrasi menjadi satu kesatuan yang utuh ketika ber Tubaba.
Disisi politis wajar saja ketika menyebutkan Tubaba, mengagumi kemajuan Tubaba orang akan teringat nama Umar Ahmad yang merupakan sosok pemuda keturunan marga buai bulan kelahiran Tiyuh (Desa) Karta.
Waktu kembali berputar cepat, Umar Ahmad kini tidak lagi menjadi kepala daerah. Pada Mei 2022 telah meletakkan Jabatannya yang kini dilanjutkan oleh Penjabat Bupati perempuan pertama di Tubaba yaitu Dr. Zaidirina, M.Si.
Dr. Zaidirina, M.Si, adalah sosok perempuan keturunan marga Tegamoan Tiyuh Panaragan, Isteri mantan wakil Bupati Tulang Bawang Heri Wardoyo pada periode 2012-2017 tersebut, kini dipercaya pemerintah pusat melalui pemerintah Provinsi Lampung untuk melaksanakan tugas melaksanakan roda pemerintahan yang telah ditinggalkan oleh Umar Ahmad dan Fauzi Hasan.
Dua karakter kepemimpinan yang penulis rasakan berbeda antara kepemimpinan Umar Ahmad dan Zaidirina, dimana jika keduanya dapat beraksi dalam satu kesempatan pemerintahan, kemungkinan besar kesempurnaan pemerintahan dapat kembali mengukir sejarah Tubaba.
Penulis memperhatikan gerak langkah kepemimpinan Zaidirina, kemampuan manajerial dan administrasi pemerintahan, karakter kelincahan dalam melaksanakan tugas-tugas, meski saat ini menjalankan dua tugas yang berbeda, masih dapat dikendalikan dengan baik. Walaupun rasanya ingin sekali mendorong agar selalu bermalam di Tubaba.
Tidak terasa dibawah pemerintahan Pj Bupati Tubaba Zaidirina Wardoyo kini telah berjalan tujuh bulan, sejak akhir Mei sampai Akhir Desember 2022, gerak pembangunan melanjutkan perencanaan diakhiri masa jabatan Umar Ahmad kini dapat diselesaikan dengan, meski masih terdapat berbagai catatan.
Nama Tubaba yang telah dikenal luas, dengan penuh harapan dapat terus maju dan dikembangkan. Pembangunan berbasis kebudayaan, melibatkan para ahli, tenang profesional dan proporsional, menempatkan pejabat yang sesuai kompetensi dan memiliki jiwa kepemimpinan yang peka akan kemajuan Tubaba harus di lakukan.
Masyarakat Tubaba menitipkan harapan agar Tubaba konsisten menuju masa depan. Buah pemikiran penulis, menyampaikan pesan terbuka kepada semua stakeholder di Tubaba bahwa pemerintahan Tubaba harus tegas dan melaksanakan kebijakan yang berkesinambungan.
Banyak pengamatan yang keliru tentang keberhasilan Tubaba mengubah daerahnya. Penulis berpikir hal tersebut sah-sah saja, dan masih dibatas kewajaran dalam berkehidupan demokrasi, hanya saja yang perlu digarisbawahi adalah usia Tubaba hampir 14 tahun dan dimanakah posisi yang telah diamati atas perubahan-perubahan yang telah dilalui?.
Dari sebutan Way Abung hingga tren penyebutan Tubaba, sebuah proses panjang yang telah dilakukan secara berasama dan dirasakan meluas.
Penulis dan pembaca mungkin sering merasakan suatu peristiwa ketika bertemu komunitas diluar Tubaba, ketika memperkenalkan diri dari Tubaba, dirasakan keistimewaan intonasi kata "oh dari Tubaba", diiringi geustur kekaguman sebutan "Tubaba" menggandung makna kebaikan yang luar biasa.
Semoga refleksi singkat ini menumbuhkan kebaikan sebagaimana ikrar yang dituliskan para pendiri Tubaba dalam logo Kabupaten Tulang Bawang Barat yaitu "Ragem Sai Mangi Wawai" yang artinya Kebersamaan untuk keberhasilan, dapat dimaknai sebagai penyamaan persepsi tentang kemajuan Tubaba sekarang dan Tubaba masa yang akan datang.
Selamat tahun baru 2023, semoga apa yang diharapkan dapat tercapai dan yang terlewatkan dapat menjadi pengalaman dan pelajaran berharga untuk lebih baik lagi.
0 Response to "Refleksi Akhir Tahun 2022, Fase Pubertas Tubaba"
Post a Comment